PENEBUSAN
Di
salah satu sekolah menengah atas di kota Bogor, ada seorang perempuan yang
memiliki semangat yang besar untuk mencapai impiannya yang begitu tinggi
setelah lulus sekolah yakni kuliah di jurusan seni musik. Namun sayangnya, hal
itu terhalang oleh kecacatannya. Ternyata perempuan itu adalah seorang
perempuan tunanetra. Ninda, itulah namanya. Kecacatannya tersebut telah ia alami
sedari usia 10 tahun akibat kecelakaan mobil kala itu. Namun ada satu hal yang
istimewa darinya. Bahkan keistimewaan ini sangat jarang ditemui pada orang
normal pada umumnya.
“Ra?”
tanya Ninda sembari menepuk pundak teman sebangkunya. “Ada apa nin?” jawab
Rara. “Denger-denger, minggu depan ada seleksi untuk festival seni ya?” tanya
Ninda. Ehmm...denger-denger sih gitu, kenapa emangnya?” tanya Rara. “Emang kamu
bisa apa Nin?” ejek Salsa dengan kencang dari belakang. Ninda sedih mendengar
ucapan Salsa, namun Rara sebagai teman sebangkunya tidak tinggal diam. “Dia mau
ikut ataupun engga bukan urusan kamu, kamu sendiri memangnya bisa apa? Celetuk
Rara dengan nada menyindir. Salsa dengan sombongnya memamerkan masa lalunya.
“Gini-gini, aku pernah ikut Indonesian Idol sampai tahap top 15 ya!” jawab
Salsa. “Salsaku emang paling hebat soal seni, pengalaman manggungnya juga udah
banyak” sahut Dila sambil meletakkan tangannya di bahu Salsa membela Salsa.
“Iya tuh, apalagi sekarang Salsa lagi banyak endors akhir-akhir ini,
traktir-traktir boleh lah” celetuk Aldi dari pintu kelas. Rara tak mau melihat
Ninda diremehkan, dan balik menyindir sekumpulan teman-temannya yang meremehkan
teman sebangkunya. “Hey, kalian pikir dunia seni itu hanya di bidang vokal aja? Kayaknya
kalian gak pernah main jauh ya?” omel Rara. Salsa, Dila, dan Aldi langsung
membuang muka dan keluar kelas dengan muka jengkel. Ninda diam tanpa kata
seolah sedang memikirkan sesuatu. Rara yang melihatnya seperti itu, mengerti
apa yang sedang ia pikirkan. “Kamu...” Ninda dan Rara bertanya secara
bersamaan. Namun, Rara mempersilahkan Ninda untuk berbicara duluan. “Ra, aku
sebenernya pengen ikut seleksi band akustik, tapi...” ucap Ninda, namun belum
selesai Ninda bicara, Rara langsung menyahut dengan cepat. “Kamu bingung karena
belum punya timnya kan? Tanya Rara. Ninda mengangguk. Lalu, Rara bilang bahwa
ia mempunyai teman dari kelas lain yang kebetulan temannya tersebut kekurangan
satu atau dua orang agar timnya lengkap. “Itu si Farel dari kelas 12 IPS 2 katanya
butuh pianist, tapi belum punya. Kalau kamu mau, nanti aku bilangin, gimana?”
ucap Rara. Ninda tak mungkin menolak kesempatan langka ini.
Keesokan
harinya di pagi hari, ketika Ninda hendak berjalan menuju kelasnya, ia tak
sengaja menabrak seorang pria dari belakang dan terjatuh. Pria tersebut langsung
mengulurkan tangannya dan membantunya bangun. Ninda segera meminta maaf padanya
setelah bangkit. “Gapapa kok” ujar pria tersebut. Namun, pria tersebut melihat
ada yang aneh dari mata Ninda. Ia seperti melihat tatapan mata Ninda berbeda
dari tatapan orang pada umumnya. “Kamu...” belum selesai pria tersebut bertanya,
Ninda langsung menyelanya. “Aku tuna netra kak, maaf gak sengaja nabrak kakak”
jawab Ninda sambil menunduk malu. “Yaudah sini aku anter kamu ke kelas kamu.
Kelas kamu dimana?” tanyanya. “Aku kelas 12 IPA 3” jawab Ninda. “Wah, kebetulan
banget aku punya temen di 12 IPA 3.” Ujarnya sambil mencairkan suasana supaya
lebih akrab. Setelah sampai kelas, Dila dan teman-temannya menghampiri Ninda.
“Eh nin, Salsa abis release lagu barunya kemarin malem lho, mau denger gak?”
tanya Dila. Ninda mengangguk penasaran. Dila meletakkan headseatnya di kedua
telinga Ninda dan memencet tombol play dari handphonenya. Ninda kaget dan
langsung melepas headseatnya. “Kenapa? Bagus kan?” tanya Dila sambil tertawa
jahat. Salsa dan Aldi pun ikut menertawakannya. “Kalian gila ya?” omel Ninda.
Tak lama kemudian Rara menghampiri Ninda ketika ia melihat ada keributan pada
Ninda beserta teman-teman Salsa. “Kalian ngapain?!” tanya Rara dengan nada yang
tegas. “Cuman ngasih tau musik yang baru di release Salsa kemarin doang kok,
dianya aja yang aneh” jawab Dila sambil menyembunyikan kejadian yang
sebenarnya. “Kalian sengaja ngasih denger ke aku musik dengan volume full
keras, masih bilang aku yang aneh?” omel Ninda. “Oh gitu, kayaknya saraf otak
kalian udah stadium 4 ya? Sindir Rara. “Dih gak jelas” sahut Salsa, tak lama
kemudian Salsa dan teman-temannya pergi meninggalkan bangku Ninda. “Mau , maunya
belain orang buta” sindir Aldi sembari meninggalkan Rara dan Ninda. Kemudian,
Rara memberikan kabar baik kepada Ninda. “Nin, Farel setuju gabung tim band
sama kamu” ucap Rara dengan penuh bahagia. “Serius nin? Beneran?” jawab Ninda
yang sangat tidak menyangka akan kabar baik tersebut. Rara mengatakan bahwa
setelah pulang sekolah, Rara akan membawanya ke Farel di ruang kesenian nanti
sore setelah pulang sekolah. Ninda tak sabar menunggu.
Setelah
pulang sekolah, Rara membawa Ninda ke ruang kesenian. Farel telah datang lebih
dulu daripada Rara dan Ninda. “Rel, ini dia temenku, Ninda, yang bakal ngisi
jadi pianist band kamu” ucap Ninda sembari menepuk bahu Farel dari belakang
yang sedang memegang gitarnya. Farel terkejut ketika melihat Ninda ternyata
orang yang ia temui tadi pagi ketika tak sengaja menabraknya dari belakang.
“Oh, ini Ninda ternyata.” Ujar Farel. “Ini kayak suara cowok yang tadi pagi
ketemu aku deh” sahut Ninda setelah mendengar Farel berbicara. “Iya, bener, aku
Farel dari kelas 12 IPS 2, kebetulan kekurangan pianist” jawab Farel dengan
lembut. “Yaudah kita langsung mulai aja yuk latihannya biar gak kemaleman nanti
pulangnya.” Sambung Farel sembari mengajak teman-temannya yang lain untuk
memulai. Rara pamit pulang duluan. Sebelum pamit, ia menyemangati Ninda dengan
sepenuh hati. Setelah selesai latihannya, perlahan masing-masing dari mereka
pulang ke rumah mereka. Tapi, Farel ingin berbicara sebentar pada Ninda sebelum
pulang. “Kamu bener-bener hebat Nin, aku gak nyangka kamu mahir main piano,
bahkan baru denger langunya aja udah tau not notnya, ini keistimewaan yang
langka Nin, aku salut” puji Farel dengan sungguh-sungguh. Ninda tersenyum
mendengarnya. “Aku berharap kita bisa dapet juara di festival seni kali ini”
ujar Ninda. “Pasti!” sahut Farel dengan penuh percaya diri. “Udah hampir malem,
aku anter pulang naik motor ya?” sambung Farel sembari menawarkan pulang bareng
dengannya. Ninda sempat menolak karena tidak enak hati, tapi ia tidak punya
pilihan selain menerimanya karena ia sadar bahwa waktu hampir larut malam.
Salsa dan Dila tak sengaja melihat Ninda pulang bareng dengan Farel. “Sal, itu
pacar kamu kok...” ujar Dila. “Dasar pelakor buta!” nyinyir Salsa sambil
mengambil handphone dari sakunya dan memotretnya dan mengunggahnya di media
sosial instagram miliknya. “Rasakan!” ujar Salsa dalam hati dengan muka kesal.
Keesokan
harinya, ketika Ninda tiba di sekolah, ia mendengar banyak orang di sekitarnya
yang menyindirnya dengan mengatakan bahwa ia pelakor. Ninda heran. Ia tidak
mengerti apa yang mereka maksud. Dinda, cewek yang katanya paling alim bahkan
sengaja memajukan salah satu kakinya untuk membuat Ninda tersandung dan
terjatuh lalu menertawakannya bersama teman-temannya yang lain. Farel yang
melihatnya dari jauh tak tega dan langsung menghampiri Ninda serta mengulurkan
tangannya agar Ninda segera bangkit. Farel mengomeli Dinda dan teman-temannya
yang telah sengaja membuat Ninda jatuh. Salsa melihat dari belakang dan
langsung menghampiri mereka. “Rel, kamu ngapain sih nolongin dia, dia pelakor” sindir
Salsa. “Maksud kamu apa sih Sa?” tanya Farel dengan heran. “Gak usah pura-pura,
pasti dia kemarin minta tolong kamu anterin pulang kan? Modus yang gak jaman
tau ga!” nyinyir Salsa dengan kata-kata pedasnya. “Itu aku sendiri yang
sukarela nawarin dia buat pulang bareng karena udah hampir larut malam, kamu
jangan asal ngomong! Kalau kamu sendiri gak percaya sama aku, mending kita putus
aja sekarang! Aku juga udah muak sama cewek posesif macam kamu!” jawab Farel
dengan tegas sembari pergi meninggalkan mereka. Salsa terkejut mendengarnya,
air matanya pun berlinang, ditambah rasa malu yang ia hadapi saat ia diputusin
pacarnya di hadapan banyak orang.
Rasa
benci Salsa belum berhenti sampai disitu. Ketika hari festival seni tiba, Salsa
membuat onar lagi. Ia membroadcast pesan singkat yang berisi ajakan untuk tidak
menonton Winner Band (Grup band akustik Farel) melalui whatsapp. Sehingga saat
Winner Band tampil, hanya juri dan beberapa orang saja yang menonton. Namun,
ketika pengumuman tiba, tak disangka Winner Band memperoleh juara 1 dalam
kategori band akustik. Farel, Ninda, dan teman-teman timnya senang dan tidak
menyangka atas kemenangan dari kerja keras yang mereka peroleh. Bahkan Ninda
sampai dihubungi oleh pihak Label Rekaman yang cukup ternama di Jakarta untuk
direkrut menjadi seorang komponis di usianya yang masih terbilang belia karena
kemampuannya dalam memainkan piano yang luar biasa. “Ninda, aku bangga sama
kamu, kamu bisa sampai tahap ini, menghadapi banyak rintangan selama ini, juga
bisa membuktikan bahwa kecacatan yang kamu miliki bukanlah alasan untuk
menyerah, kamu bener-bener wanita yang kuat dan hebat” puji Rara dengan tulus
sambil tersenyum penuh haru atas pencapaiannya. Saat tiba waktunya pendaftaran
kuliah jalur prestasi, ia mencantumkan posisinya sebagai komponis di salah satu
label rekaman di Jakarta dan berkat prestasinya tersebut, ia lolos di salah
satu jurusan seni musik perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia dan juga
mendapatkan beasiswa sampai lulus. Ninda sangat senang dan bersyukur. Sebagai
wujud syukurnya, ia menemui makam ayah dan ibunya dan bercerita banyak hal di
samping makam kedua orang tuanya mengenai perjuangan ia selama ini dalam
mencapai cita-citanya. “Andai kakak kembarku tau” ucap Ninda dalam hati. Tak
lama kemudian, Salsa menghampiri Ninda dari belakang dengan menepuk bahunya.
“Maaf” ujar Salsa. Ketika Ninda menyadari itu suara Salsa, Ninda tak mengacuhkannya.
“Aku udah memfitnah kamu, menghina kamu, menelantarkan kamu, tapi sekarang aku
tau aku salah, tolong maafin aku” ucap Salsa dengan penuh penyesalan. “Menurut
kamu sendiri, bagaimana kamu harus menebusnya?” tanya Ninda dengan cuek. “Aku
akan mengembalikan mataku padamu, dan menjadi kakak kembar yang baik yang gak
menelantarkan kamu seorang diri” jawab Salsa. Ninda heran dengan apa yang
diucapkan Salsa barusan. “Apa? Kamu? maksudnya kamu kakak kembar aku yang
mengilang pas aku umur 10 tahun?” tanya Ninda. “Iya” jawab Salsa dengan wajah
sedih. “Oke. Aku gak akan mandang siapa kamu meskipun kamu sendiri kakak kembar
aku, kamu harus nepatin janji kamu untuk mengembalikan mataku!” sahut Ninda
dengan nada yang tegas. “Aku bakal nepatin omongan aku Nin, aku harap penebusan
ini layak. Aku juga berharap, penebusan ini bisa menghapus kebencian diantara
kita” jawab Salsa sambil meneteskan air matanya. Penebusan diantara mereka
berakhir, mereka akhirnya kembali menjalani kehidupan normal bersama-sama dalam suka maupun
duka.
SELESAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar